v5FccDc0nR3GALsLO2OtVYfSjeQ

Rabu, 13 April 2011

Karl "DAS KAPITAL" Marx

~T*Shirt Anak Negeri~


 FIND THIS T-SHIRT ON MY FB

FIND THIS T-SHIRT ON MY FB


KARL MARX: Penulis Das Kapital

KARL HEINRICH MARX dilahirkan di Trier, Prussia, 5 Mei 1818. Ayahnya, seorang pengacara, menafkahi keluarganya dengan relatif baik, khas kehidupan kelas menengah Prussia. Ayahnya adalah dari pendeta yahudi (rabbi). Tetapi, karena alasan bisnis, ayahnya menjadi penganut ajaran Luther ketika Karl Marx masih sangat muda. 
Pada 1841, Marx menerima gelar Doktor Filsafat dari Universitas Berlin, sebuah universitas yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran Hegel dan guru–guru muda penganut filsafat Hegel, tetapi berpikir kritis. Gelar doktor Marx diperolehnya berdasarkan sebuah kajian filsafat yang membosankan, tetapi kajian itu mendahului berbagai gagasannya yang muncul kemudian. 
Setelah tamat, ia menjadi penulis untuk sebuah koran liberal radikal dan dalam tempo 10 bulan ia menjadi editor kepala koran itu. Tetapi karena pendirian politiknya, koran itu kemudian ditutup oleh pemerintah. Esai–esai awal yang diterbitkan dalam periode itu mulai mencerminkan sebuah pendirian yang membimbing Marx sepanjang hidupnya. Esai-esai tulisan Marx itu secara bebas ditaburi prinsip-prinsip demokrasi. 
Ia menolak terlalu abstraknya ajaran filsafat hegelian, mimpi naif komunis utopia dan gagasan aktivis yang mendesak apa yang ia anggap sebagai tindakan politik prematur. Dalam menolak gagasan aktivis itu, Marx meletakkan landasan bagi gagasan hidup sendiri. Upaya praktis, bahkan dalam mengarahkan massa sekalipun, akan dijawab dengan meriam saat upaya itu dianggap berbahaya. 
Bagi Marx, gagasan ideal adalah yang dapat mengarahkan intelektualitas dan yang mampu menaklukkan keyakinan manusia. Gagasan yang dapat membekukan kita, merupakan belenggu–belenggu di mana seorang hanya bisa lepas dari gagasan itu dengan mengorbankan nyawanya. 
Marx menikah pada 1843. Tak lama berselang, ia terpaksa meninggalkan Jerman demi mendapatkan suasana yang lebih libaral di Paris, Perancia. Di Paris, ia bukan hanya bergulat dengan gagasan Hegel dan para pendukungnya, tetapi juga menghadapi dua mainstream gagasan baru yakni Sosialisme Perancis dan Politik Ekonomi Inggris. Dengan cara yang unik dia menggabungkan hegelian, sosialisme dan ekonomi politik yang di belakang hari menentukan orientasi intelektualnya. 
Peristiwa sangat penting dialami Marx saat bertemu dengan orang yang kemudian menjadi teman seumur hidupnya, donatur dan kolabolatornya, Frederich Engels (Carver, 1983). Engels sendiri --putra penguasa pabrik tekstil-- menjadi seorang sosialis yang kerap mengkritisi kondisi kehidupan yang dihadapi kelas buruh. Kepedulian Marx pada kesengsaraan hidup kelas buruh tak lepas dari sikap kritis Engels dan gagasannya sendiri. Pada 1844, Marx dan Engels mengadakan diskusi panjang di sebuah CafĂ© terkenal di Paris dan meletakkan landasan kerja untuk bersahabat seumur hidup. 
Menyinggung diskusi itu, Engels berkata, "kesepakatan lengkap kami dalam semua budang teori menjadi nyata….dan perjanjian kerja sama kami mulai sejak itu." (McLellan, 1993:131). Pada tahun berikutnya, Engels menerbitkan sebuah buku bertitel: The Condition of The Working Class in England. Selama periode itu Marx menerbitkan sejumlah karya yang sangat sukar difahami (kebanyakan karyanya belum diterbitkan semasa hidupnya) termasuk The Holy Family dan The German Ideology  (di tulis bersama Engels) dan ia pun menulis The Economic and Philosophic Manuscripts (1844) yang menegaskan perhatiannya terhadap bidang ekonomi semakin meningkat. 
Meski Marx dan Engels mempunya orientasi teoritis yang sama, namun ada juga beberapa perbedaan di antara mereka. Marx cenderung menjadi seorang intelektual teoritis yang kurang teratur dan sangat berorientasi kepada keluarga. Engels adalah pemikir praktis, rapi, pengusaha, dan orang yang tak percaya pada lembaga keluarga. Meski mereka berbeda, Marx dan Engels menempa kerja sama yang akrab sehingga mereka berkolaborasi menulis buku dan artikel dan bekerja sama dalam organisasi radikal. Tak hanya itu, Engels bahkan membantu pembiayaan Marx selama sisa hidupnya sehingga memungkinkan Marx mencurahkan perhatiannya pada kegiatan intelektual dan politiknya. 
Walaupun ada ikatan erat antara Marx dan Engels, namun Engels menahbiskan dirinya sebagai "teman junior" dari Marx. "Marx mampu berkarya sangat baik tanpa aku. Aku tidak pernah mencapai prestasi seperti yang dicapai Marx. Pemahaman Marx lebih tinggi, pengalamannya lebih jauh dan pandangannya lebih luas serta cepat ketimbang aku. Marx adalah jenius," tutur Engels. (Di kutip dalam McLellan,1973: 131-132) 
Banyak yang percaya, Engels gagal memahami berbagai seluk beluk pemikiran Marx. Setelah Marx meninggal, Engels menjadi juru bicara utama bagi Teori Marxian, walaupun dalam berbagai aspek cenderung menyimpangkan dan terlalu menyerderhanakannya, meski ia tetap setia terhadap perspektif politik yang ia tempa bersama Marx. Karena beberapa tulisannya telah mengganggu pemerintahan Prusia, pemerintah Perancis (atas permohonan Prusia) mengusir Marx pada 1845 keluar dari negara itu. Karenanya Marx pindah ke Brussel, Belgia. 
Di Brussel, radikalisme Marx justru meningkat. Ia bergabung dan menjadi anggota aktif di bidang gerakan revolusioner internasional. Ia juga bergabung dengan Liga Komunis dan bersama Engels diminta menulis anggaran dasar liga itu. Produk Marx dan Engels itu lah yang kemudian terkenal dengan sebutan Manifesto Communist (1848), sebuah karya besar yang di dalamnya diccantumkan sejumlah slogan politik termasyhur dan mendunia seperti: "Workers...Unite!!!" ("Kaum buruh seluruh dunia bersatulah’!!!). 
Pada 1849, Marx hijrah ke London, Inggris. Mengingat kegagalan Revolusi Politik 1848, ia menarik diri dari segala aktivitas revolusioner. Ia beralih ke kegiatan riset yang lebih rinci tentang peran sistem kapitalis. Dari riset itu, Karl Marx membukukannya dengan judul Das Kapital, dalam tiga jilid buku. Buku jilid pertama dia terbitkan pada 1867; sedangkan dua jilid buku lainnya diterbitkan setelah ia meninggal dunia. Selama riset itu, Marx hidup dalam kemiskinan, membiayai hidupnya secara sederhana dari honorarium menulis, serta dan bantuan dana dari sahabatnya Engels. 
Pada 1864, Marx terlibat kembali dalam kegiatan politik. Ia bergabung dengan ‘The International’, sebuah gerakan buruh internasional. Ia menjadi tokoh paling menonjol di tubuh gerakan itu. Ia mencurahkan perhatiannya selama beberapa tahun untuk gerakan itu. Ia mulai mendapat popularitas, baik sebagai pimpinan The Internasional maupun sebagai penulis Das Kapital
Perpecahan internal di dalam gerakan The International pada 1876, kegagalan  berbagai gerakan revolusioner, serta rongrongan komplikasi penyakit di tubuhnya akhirnya membuat Karl Marx ambruk. Marx wafat pada 1883, dua tahun setelah istrinya wafat, dan setahun setelah anak perempuannya wafat.   

(Sumber: http://nataebiografiteacher.blogspot.com/2007/09/karl-marx.html; Dikutip dan disunting secara redaksional dari http://www.2lisan.com/biografi/politikus/biografi-karl-marx/)

Selasa, 05 April 2011

~KH ABDURRAHMAN WAHID: Sang Guru Bangsa~


Dia akrab disapa Gus Dur, Sang Guru Bangsa yang sering melontarkan pendapat kontroversial. Bahkan ketika menjabat Presiden RI ke-4 (20 Oktober 1999-24 Juli 2001), ia tak gentar  mengungkapkan sesuatu yang diyakininya benar kendati banyak orang sulit memahami dan bahkan menentangnya.
Kendati suaranya sering mengundang kontroversi, tapi suara itu tak jarang malah menjadi kemudi arus perjalanan sosial, politik dan budaya ke depan. Dia memang seorang yang tak gentar menyatakan sesuatu yang diyakininya benar. Bahkan dia juga tak gentar menyatakan sesuatu yang berbeda dengan pendapat banyak orang. Jika  diselisik, kebenaran itu memang seringkali tampak radikal dan  mengundang kontroversi.
Kendati pendapatnya tidak selalu benar -- untuk menyebut seringkali tidak benar menurut pandangan pihak lain -- adalah suatu hal yang sulit dibantah bahwa banyak pendapatnya yang mengarahkan arus perjalanan bangsa pada rel yang benar sesuai dengan tujuan bangsa dalam Pembukaan UUD 1945.
Pendapatnya seringkali terlihat tanpa interes politik pribadi atau kelompoknya. Ia berani berdiri di depan untuk kepentingan orang lain atau golongan lain yang diyakninya benar. Malah sering sepertiberlawanan dengan suara kelompoknya sendiri. Juga bahkan ketika ia menjabat presiden, sepetinya jabatan itu tak mampu mengeremnya untuk menyatakan sesuatu. Sepertinya, ia melupakan jabatan politis yang empuk itu demi sesuatu yang diyakininya benar. Sehingga saat ia menjabat presiden, banyak orang menganggapnya aneh karena sering kali melontarkan pernyataan yang mengundang kontroversi.
Belum satu bulan menjabat presiden, mantan Ketua Umum Nahdlatul Ulama (1984-1999) ini sudah mencetuskan pendapat yang memerahkan   kuping sebagian besar anggota DPR. Di hadapan sidang lembaga legislatif, yang anggotanya segaligus sebagai anggota MPR, yang baru saja memilihnya itu, Gus Dur menyebut para anggota legislatif itu seperti anak Taman Kanak-Kanak.Tak lama kemudian, ia pun menyatakan akan membuka hubungan dagang dengan Israel, negara yang dibenci banyak orang di Indonesia. Pernyataan ini mengundang reaksi keras dari beberapa komponen Islam. Berselang beberapa waktu, ia pun memecat beberapa anggota Kabinet Persatuan-nya, termasuk Hamzah Haz (Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan). Berbagai kebijakan dan pemecatan ini membuatnya semakin nyata jauh dari konspirasi kepentingan politik yang memungkinkannya terpilih menjadi presiden.
Ketika itu, pada Sidang Umum MPR 1999, Poros Tengah yang gagal  menggolkan salah seorang tokohnya sendiri menjadi presiden (BJ Habibie, Amien Rais, Hamzah Haz dan Yusril Ihza Mahendra), merangkul Gus Dur untuk dapat mengalahkan Megawati Sukarno-putri.
Gus Dur, yang terkenal piawai dalam berpolitik, dengan cekatan menangkap peluang ini. Sehingga Megawati yang partainya memenangkan Pemilu akhirnya hanya mendapatkan kursi wapres. Terpilihnya Gus Dur ini, sekali lagi telah menunjukkan sosok kontroversial. Kontroversi
dalam kelayakan politik demokrasi. Kontroversi mengenai kondisi fisik Gus Dur sendiri. Namun harus diakui, itulah Gus Dur, dengan kepiawian dan keunggulannya yang melebihi kapasitas banyak orang! Kalau bukan Gus Dur, hal itu sangat mustahil terjadi. 
Padahal tak heran bila pada mulanya ia dianggap hanya sebagai umpan oleh sebuah konspirasi kepentingan politik. Sebab dari perolehan suara PKB dan kondisi kesehatan, Gus Dur dianggap sangat mustahil bisa menjadi presiden. Namun, dengan kepiawian Gus Dur memainkan bola yang digulirkan Poros Tengah (ketika itu merupakan koalisi partai-partai berbasis Islam minus PKB) bergandeng tangan dengan Golkar, SU-MPR menolak pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie. Hal ini secara etis memaksa BJ Habibie mengundurkan diri dari pencalonan presiden pada detik-detik terakhir. 
Malam setelah penolakan pertanggungjawaban Habibie dan sebelum pagi hari pemilihan presiden, tokoh-tokoh Golkar dan Poros Tengah mengadakan pertemuan di kediaman Habibie. Mereka mencari pengganti BJ Habibie. Alternatif pertama, Akbar Tanjung selaku Ketua Umum Golkar. Kelompok Iramasuka yang dimotori AA Bramuli menolak. Lalu muncul nama Hamzah Haz, Ketua Umum PPP. Dinilai tidak kuat melawan Megawati. Terakhir, menjelang subuh muncul nama Amien Rais, Ketua Umum PAN. 
Diperkirakan Amien dapat memenangkan suara, bercermin dari perolehan suara pada pemilihan Ketua MPR yang dimenangkan Amien Rais. Saat itu Gus Dur (memainkan trik politik) mendukung Amien Rais bersaing dengan Matori Abdul Djalil (Ketua Umum PKB) yang didukung PDIP.
Akhirnya, dalam pertemuan di rumah BJ Habibie itu, nama Amien Rais disepakati menjadi calon presiden, dengan catatan Amien akan lebih dulu mengonfirmasikannya dengan Gus Dur. Namun, sebelum konfirmasi itu dilakukan, PKB atas anjuran para kyai dan persetujuan Gus Dur telah lebih dulu secara resmi mendaftarkan pencalonan Gus Dur. Pencalonan secara resmi Gus Dur ini mengejutkan Poros Tengah (yang sering kali menyebut akan mencalonkan Gus Dur). Juga mengejutkan Golkar dan PDIP bahkan PKB sendiri. Sekali lagi, Gus Dur menunjukkan kepiawiannya yang kontroversial dan mengejutkan.Peta politik berobah secara mengejutkan. Pencalonan Amien Rais diurungkan. Lalu muncul nama Yusril Ihza Mahendra (Ketua Umum PBB) dari kubu Poros Tengah resmi mencalonkan diri bersaing dengan Gus Dur dan Megawati. Munculnya nama Yusril membuat kubu Megawati sempat lebih optimis akan memenangkan pemilihan. Tapi, kemudian pencalonan Yusril dicabut setelah bertemu dengan Gus Dur. Sekali lagi Gus Dur menunjukkan kelasnya dalam berpolitik.Gus Dur dari partai kecil (11%), mengalahkan Megawati dari partai pemenang Pemilu (35%). Komposisi keanggotaan MPR hasil Pemilu 1999 yang lebih 90 persen laki-Iaki itu, rupa-rupanya enggan memberikan suaranya kepada Gus Dur, antara lain karena alasan gender. 
Seorang pengamat politik LlPI menyebutnya sebagai kecelakaan sejarah. Bahkan Gus Dur sendiri pun rupanya merasa kaget dan heran dengan mengatakan: “Orang buta kok dipilih menjadi Presiden”.Suasana di luar sidang memanas. Sebab MPR dinilai telah mengesampingkan suara rakyat yang tercermin dalam Pemilu. Namun, dalam kondisi ini, Gus Dur, sekali lagi, menunjukkan kehebatannya. 
Ia punya kiat yang jitu. Ia merangkul Megawati. PKB secara resmi mencalonkan Megawati dalam perebutan kursi Wakil Presiden, bersaing dengan Hamzah Haz yang didukung Poros Tengah. Megawati pun menang. 
Saat itu, tampaknya Gus Dur sangat menyadari kelemahannya. Dalam sambutan pertama beberapa saat setelah ia memenangkan pemilihan presiden, ia mengucapkan terimakasih kepada Megawati dan PDIP yang tidak mempermasalahkan faktor kesehatan fisiknya. Pada awalnya banyak orang optimis bahwa duet Gus Dur-Megawati, yang sejak lama sudah ‘bersaudara’, akan langgeng dan kuat. Apalagi  ditopang dengan susunan Kabinet Persatuan yang mengakomodir hampir semua kekuatan politik dan kepiawian Gus Dur dalam berpolitik. Namun seperti kata pepatah: "Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh ke tanah jua". Di mata banyak orang, kepercayaan diri Gus Dur tampak terlalu berlebihan. Ia sering kali melontarkan pendapat dan mengambil kebijakan yang kontroversial. Penglihatannya yang semakin buruk mungkin juga dimanfaatkan oleh para pembisik di sekitarnya.
Gus Dur pun sering kali mengganti anggota kabinetnya dengan semaunya berpayung hak prerogatif. Tindakan penggantian menteri ini berpuncak pada penggantian Laksamana Sukardi (PDIP-pemenang Pemilu 1999) dari Jabatan Meneg BUMN dan Jusuf Kalla (Golkar-pemenang kedua Pemilu 1999) dari jabatan Menperindag, tanpa sepengetahuan Wapres Megawati dan Ketua DPR Akbar Tandjung.DPR menginterplasi Gus Dur. Mempertanyakan alasan pemecatan Laksamana dan Jusuf Kalla yang dituding Gus Dur melakukan KKN. Tudingan yang tidak dibuktikan Gus Dur sampai akhir.
Sejak saat itu, Megawati mulai dengan jelas mengambil jarak dari Gus    Dur. Dukungan politik dari legislatif kepada Gus Dur menjadi sangat rendah. Di sini Gus Dur tampaknya alpa bahwa dalam sebuah negara demokrasi tidak mungkin ada seorang presiden (eksekutif) dapat memimpin tanpa dukungan politik (yang terwakili dalam legislatif dan partai). 
Anehnya, setelah itu Gus Dur justru semakin lantang menyatakan diri mendapat dukungan rakyat. Sementara sebagian besar wakil rakyat di DPR dan MPR semakin menunjukkan sikap berbeda, tidak lagi mendukung Gus Dur. 
Lalu terkuaklah kasus Buloggate dan Bruneigate. Gus Dur diduga terlibat. Kasus ini membuahkan memorandum DPR. Setelah Memorandum II tak digubris Gus Dur, akhirnya DPR meminta MPR agar menggelar Sidang Istimewa (SI) untuk meminta pertanggungjawaban presiden.
Gus Dur melakukan perlawanan, tindakan DPR dan MPR itu dianggapnya melanggar UUD. Ia menolak penyelenggaraan SI-MPR dan mengeluarkan dekrit membubarkan DPR dan MPR. Tapi Dekrit Gus Dur ini tidak mendapat dukungan. Hanya kekuatan PKB dan PDKB (Partai Demokrasi Kasih Bangsa) yang memberi dukungan. Bahkan, karena dekrit itu, MPR mempercepat penyelenggaraan SI pada 23 Juli 2001. Gus Dur, akhirnya kehilangan jabatannya sebagai presiden keempat setelah ia menolak memberikan pertanggungjawaban dalam SI MPR itu. Dan Wapres  Megawati, diangkat menjadi presiden pada 24 Juli 2001. Selepas SI-MPR, Gus Dur selaku Ketua Dewan Syuro PKB memecat pula Matori Abdul Djalil dari jabatan Ketua Umum PKB. Tindakan ini kemudian direspon Matori dengan menggelar Muktamar PKB yang  melahirkan munculnya dua kepengurusan PKB, yang kemudian populer  disebut PKB Batu Tulis (pimpinan Matori) dan PKB Kuningan (pimpinan Gus Dur-Alwi Sihab). Kepengurusan kembar PKB ini harus berlanjut ke pengadilan kendati upaya rujuk juga terus berlangsung.

Guru Bangsa
Setelah tidak lagi menjabat presiden, Gus Dur kembali ke kehidupannya semula. Kendati sudah menjadi partisan, dalam kapasitasnya sebagai deklarator dan Ketua Dewan Syuro PKB, ia berupaya kembali muncul sebagai Guru Bangsa. Seperti sosoknya sebelum menjabat presiden. 
Sebelumnya, Gus Dur adalah Ketua Umum Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan anggota sekitar 38 juta orang. Namun ia bukanlah orang yang sektarian. Ia seorang negarawan. Tak jarang ia menentang siapa saja bahkan massa pendukungnya sendiri dalam menyatakan suatu kebenaran. Ia seorang tokoh muslim yang berjiwa kebangsaan. 
Gus Dur sering berbicara keras menentang politik keagamaan sektarian. Pendiriannya sering menempatkannya pada posisi sulit, melawan pemimpin Islam lainnya di Indonesia. Seperti saat didirikannya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), yang diketuai BJ Habibie, Gus Dur secara terbuka menentang. Ia menyebut ICMI akan menimbulkan masalah bangsa di kemudian hari, yang dalam tempo kurang dari sepuluh tahun ternyata pernyataannya itu bisa dibuktikan benar atau tidak. Lalu, ia mendirikan Forum Demokrasi sebagai penyeimbang ICMI. 
Meski diakui ia besar antara lain karena NU, visi politiknya diyakini rekan-rekan dekatnya sebagai melebihi kepentingan organisasi tersebut, bahkan kadang melampaui kepentingan Indonesia. Hal ini tercermin dari kesediaannya menerima kedudukan di Shimon Peres Peace Center dan saat dia mengusulkan membuka hubungan dengan Israel. Di masa Orba, saat Soeharto amat berkuasa, Gus Dur, dikenal sebagai salah seorang tokoh yang licin untuk dikuasai. Bahkan Gus Dur dapat memanfaatkan Keluarga Cendana dengan mengajak Mbak Tutut berkeliling mengunjungi pondok-pondok pesantren. Gus Dur juga beberapa kali menyempatkan diri mengunjungi Pak Harto setelah lengser. 
Gus Dur dilahirkan 4 Agustus 1940 di Denanyar, Jombang, Jawa Timur,  keluarga Muslim berpengaruh di Indonesia. Ayahnya, Wahid Hasyim, adalah mantan Menteri Agama pada 1945. Kakeknya, Hasyim Ashari,  adalah satu dari pemimpin Muslim terbesar pada pergantian abad 2000 lalu. Gus Dur mengikuti tradisi keluarga dengan belajar di banyak pesantren. Nama Gus Dur diambil dari tradisi di daerahnya, di mana penduduk setempat menyebut seorang putra dari keluarga elit dengan sebutan ‘Gus’. 
Ia juga sempat mempelajari sastra dan ilmu sosial di Fakultas Sastra Universitas Baghdad, Irak. Hari-hari kuliahnya bersamaan dengan timbulnya kekuasaan partai Baath, partai sosialisnya Saddam Hussein, yang menarik banyak pengikut. Dengan latar belakang ini, ia juga sempat digosipkan sebagai ‘sosok berbau kiri’ pada masa Orba. Dari Baghdad, ia kembali ke Indonesia 1974 dan mulai berkarir sebagai ‘cendekiawan’ dengan menulis sejumlah kolom di berbagai  media massa nasional. Pada akhir dasawarsa 70-an, suami dari Sinta Nuriyah, ini sudah berhasil mengukuhkan diri sebagai satu dari banyak cendekiawan Indonesia yang paling terkenal dan laris pula sebagai pembicara publik. 
Nama Gus Dur makin mencuat setelah terpilih sebagai ketua umum PBNU, dalam Muktamar NU di Situbondo tahun 1984. Saat itu hubungan NU dengan pemerintah sedang mesra-mesranya. Kendati dalam perjalanan selanjutnya, Gus Dur tak selalu berkompromi dengan pemerintah. Misalnya, ketika pemerintah berencana mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Muria, Gus Dur menentangnya. Demikian pula ketika Habibie mendirikan ICMI, Gus Dur mengadakan perlawanan dengan mendirikan Forum Demokrasi.
Gus Dur pun tergolong rajin melontarkan kritik kepada pemerintah. Kritikan itu lama-lama menyebabkan Pak Harto risih. Puncaknya terjadi pada Mukhtamar NU di Cipasung 1994. Pemerintah berupaya menjegal Gus Dur. Tapi Gus Dur tetap terpilih untuk periode kedua. Hal ini terekspresikan dari ketidaksudian Presiden Soeharto menerima Gus Dur dan pengurus PBNU lainnya. 
Salah satu kiprah Gus Dur yang paling menonjol saat memimpin NU adalah ketika ia membawa organisasi itu kembali ke khittahnya, keluar dari politik praktis pada 1984. Kendati, pada tahun 1999, ia pula yang membawa NU kembali ke dunia politik meski dalam format yang berbeda karena dilakukan melalui pembentukkan PKB, partai yang selalu dirujuk sebagai ‘anak kandung’ NU.Ia juga dikenal sebagai sosok pembela yang benar. 
Apakah itu kelompok minoritas atau mayoritas. Pembelaannya kepada kelompok minoritas dirasakan sebagai suatu hal yang berani. Reputasi ini sangat menonjol di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Begitu menonjolnya peran ini sehingga ia malah dituduh lebih dekat dengan kelompok minoritas daripada komunitas mayoritas Muslim sendiri.  Padahal ia adalah seorang ulama yang oleh sebagian jamaahnya malah sudah dianggap sebagai seorang wali.
Pada awal 1998 ia terserang stroke. Tapi tim dokter berhasil menyelamatkannya. Namun, sebagai akibatnya penglihatannya kian memburuk. Pada saat ia dilantik sebagai presiden, ia sudah dideskripsikan media massa Barat sebagai ‘nyaris buta.’ Selain  karena stroke, diduga problem kesehatannya juga disebabkan faktor keturunan yang disebabkan hubungan darah yang erat di antara orangtuanya. 
Ia juga pengamat sepakbola yang tajam daya analisisnya. Bahkan, setelah penglihatannya benar-benar terganggu, pada Piala Dunia Juni 2002 lalu, ia masih juga antusias memberi komentar mengenai proyeksi juara. Selain menjadi idola bagi banyak orang, Gus Dur juga menjadi idola bagi keempat puterinya: Alisa Qortrunnada Munawarah (Lisa), Zannuba Arifah (Venny), Anisa Hayatunufus (Nufus) dan Inayah Wulandari (Ina). Hal ini tercermin dari pengakuan puteri sulungnya Lisa. Lisa bilang, sosok tokoh LSM Gus Dur menurun padanya, bakat kolumnis menurun ke Venny, kesastrawanannya pada Nufus dan sifat egaliternya pada Ina.

Calon Presiden Lagi
Ketua Dewan Suryo PKB ini, dicalonkan PKB menjadi Capres berpasangan dengan Marwah Daud Ibrahim sebagai Cawapres Pemilu Presiden 2004. Namun pasangan ini tidak diloloskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) akibat Gus Dur dinilai tidak memenuhi persyaratan kemampuan rohani dan jasmani untuk melaksanakan kewajiban sebagai presiden, sesuai dengan pemeriksaan kesehatan tim Ikatan Dokter Indonesia. Akibat penolakan KPU (22/5/2004) ini, Gus Dur melakukan berbagai upaya hukum, antara lain menggugat KPU secara pidana dan perdata ke pengadilan dengan menuntut ganti rugi Rp 1 trilyun, melaporkan ke Panwaslu, setelah sebelumnya melakukan judicial review ke MA dan MK. 
Ia pun berketetapan akan berada di luar sistem jika upaya pencalonannya tidak berhasil. Namanya masuk dalam nominasi calon presiden Pemilu 2004, sebagai satu-satunya Capres dari PKB. Disebut-sebut bahwa ia masih mendapat dukungan dari para kyai. Dia sendiri membenarkan hal ini dalam beberapa kali pernyataannya. Namun beberapa politisi dan pengamat politik berharap, Gus Dur bisa mengoptimalkan perannya sebagai salah seorang ‘bapak bangsa’.
Dengan tidak mencalonkan diri sebagai presiden, dia sebagai ‘guru bangsa’ plus sebagai pemegang kendali (paling berpengaruh) di PKB, dapat memberi pengaruh signifikan dalam perjalanan demokrasi di  negeri ini. Kiat-kiat politiknya yang sering kali tak terduga, sangat berpengaruh pada pentas poltik nasional.**
(Sumber artikel: Ch. Robin Simanullang dalam TokohIndonesia.Com) 
================================================
===========================================

Video Koleksi Distro Anak Negeri

Tshirt Anak Negeri Slideshow: Anis’s trip to Jakarta was created with TripAdvisor TripWow!